CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS

cuma klik bisa dapat uang

Rabu, 21 Januari 2009

Metabolisme Protein dan Energi dalam Keadaan Puasa

Respon metabolisme protein terhadap puasa dan lapar sudah diketahui dengan baik, terutama oleh Cahill dkk. (1973) yang menggunakan penderita obese yang mendapat air, vitamin, dan mineral selama beberapa minggu. Di awal puasa, reserve glikogen dideplesi dan protein (terutama dari urat daging) menjadi sumber karbon utama untuk pembentukan glukose. Beberapa karbon untuk glukoneogenesis juga diberikan oleh gliserol trigliserida, yang dibebaskan dari sel-sel lemak ke dalam sirkulasi. Glukose dibutuhkan oleh sel-sel darah dalam jumlah banyak dan sistem susunan saraf pusat setiap hari. Ada juga awal pembentukan badan keton oleh hati guna memberi bentuk-bentuk derivat lemak – sumber energi – yang lebih larut dalam air. Suatu proses adaptasi yang mirip dalam metabolisme protein dan energi terjadi pada individu yang mengkonsumsi makanan berkarbohidrat yang sangat rendah dimana reserve glikogen sedikit atau tidak ada.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa setiap hari kita puasa dapat meningkatkan kolesterol darah HDL (yang sehat) 25 poin, dan menurunkan lemak trigliserida sekitar 20 poin. Lemak trigliserida merupakan bahan pembentuk kolesterol LDL (yang merusak kesehatan).
Protein menekan rasa lapar lebih baik dari karbohidrat dan dapat menurunkan asupan energi. Menurunkan asupan kalori dan meningkatkan energi ekspenditur adalah kunci, tanpa menghiraukan proporsi makro nutrien dalam makanan. Meskipun diet tinggi protein telah sukses dalam menurunkan berat badan, terdapat resiko asupan protein melebihi dari jumlah dari bts tertinggi( > 35% dari total energi) asupan tinggi protein hewani sering kali juga berarti jumlah yang besar dari lemak jenuh. Asupan protein yang lebih dari 3 kali AKG dapat menimbulkan gangguan ginjal. Resiko hipertensi dan diabetes dapat terjadi jika asupan protein mancapai titik ini.
Orang-orang yang berpuasa akan mengalami perubahan kondisi tubuh, akibat kurang makan dan kurang minum. Kurangnya masukan energi pada orang-orang berpuasa, membuat tubuh melakukan proses autolisis, yaitu penggunaan simpanan lemak dalam tubuh untuk dijadikan sumber energi.
Tubuh mengadakan adaptasi terhadap lapar dan menurunkan kebutuhan glukoneogenesis yang tergantung pada protein dengan jalan mendorong produksi keton, sebagai sumber energi subtitusi untuk glukose bagi hampir semua sel. Ini akan menurunkan katabolisme protein, ekskresi N-urin juga menurun dan ekskresi urea berubah menjadi terutama kehilanagan amonia. Perubahan urea ini menyebabkan amonia–paralel dengan peningkatan produksi asam keto yang berfungsi untuk memelihara keseimbangan asam basa.
Hampir semua produksi amonia terjadi dalam ginjal melalui proses glutaminase terhadap glutamin yang bersama alanin merupakan salah satu dari 2 asam amino utama yang membawa N dari urat daging selama katabolisme protein urat daging.
Secara keseluruhan urat daging berguna sebagai reserve karbon yang dapat digunakan untuk produksi glukose bila dibutuhkan. Tetapi tubuh mencegah kehilangan protein urat daging yang berlebihan pada waktu puasa jangka panjang untuk energi. Adaptasi paralel dengan produksi dan ekskresi ion-ion amonium oleh ginjal, menetralkan peningkatan badan keton. Tanpa proses adaptasi, produksi keton yang banyak tersebut akan menyebabkan ketoasidosis dan kehilangan ion-ion Na dan K yang banyak (mengikuti penumpahan keton-keton ke dalam urin).
Dengan menurunnya penyerapan asam amino dari intestin bersama waktu setelah makan, sintesis albumin dan urat daging protein mengendur dan degradasi berlanjut. Ini menyebabakan pelepasan neto asam amino terutama dari otot dengan mulainya proses puasa. Dalam puasa jangka panjang ada adaptasi lebih lanjutnya terhadap protein, asam amino, dan metabolisme energi secara keseluruhan, menurunkan kebutuhan akan pemecahan urat daging.

0 komentar: